Friday, December 3, 2010

Karya Ilmiah


EFEKTIVITAS MEDIA DEBAT dalam MENGATASI EMOSI ANAK untuk MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
( Study Kasus Terhadap Aktivitas Pembelajaran Media Debat di IKIP PGRI Semarang )









Disusun Oleh :
Ngatmirah
09420274


PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN  SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2010/2011


EFEKTIVITAS MEDIA DEBAT dalam MENGATASI EMOSI ANAK untuk MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
( Study Kasus Terhadap Aktivitas Pembelajaran Media Debat di IKIP PGRI Semarang )
ikip 2






Disusun guna memenuhi tugas tengah semester tiga, untuk menempuh ujian tengah semester  mata kuliah psikologi belajar.

Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa
Disusun Oleh :
Ngatmirah
09420274

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN  SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2010/2011


KATA PENGANTAR

Alhamdullilah wa syukurillah penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada penulis. Disamping itu Ia juga senantiasa memberikan petunjuk kepada penulis sehingga karya tulis dengan judul EFEKTIVITAS MEDIA DEBAT dalam MENGATASI EMOSI ANAK untuk MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ini dapat diselesaikan oleh penulis dengan lancer tanpa ada halangan – halangan yang berarti.
Karya tulis ini merupakan sebuah laporan penelitian yang disusun dengan tujuan untuk memperoleh deskriptifisasi secara nyata tentang faktor–faktor yang memberikan dampak terhadap peningkatan sumber daya manusia di Indoensia yang dalam bentuk pembahasan media pembelajaran di dalam kelas yang sangat efektif dalam mengatasi kecerdasan emosi adak dalam upaya meningkatkan prestasi belajarnya. Bukan hanya prestasi belajar yang bersifat akademik ( kognitif ) tapi juga kecerdasan Emosional ( EQ ).
 


Semarang, 28 November 2010


Penulis




DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................        i          
KATA PENGANTAR.......................................................................................       ii
DAFTAR ISI......................................................................................................       iii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.........................................................................................        1         
B.Rumusan Masalah....................................................................................        2
C.Tujuan.......................................................................................................        3
D.Manfaat....................................................................................................        3
E.Alasan Pemilihan Judul............................................................................        4
BAB II PEMBAHASAN
A.Debat........................................................................................................        6         
1. Topik ..................................................................................................        8
2. Penyampaian Argumen.......................................................................        9
3. Etika dalam berdebat..........................................................................        11
B. Emosi Anak.............................................................................................        13
C. Prestasi Belajar........................................................................................        14
1. Faktor – factor yang mempengaruhi...................................................        14
a. Internal............................................................................................        15
b. Eksternal.........................................................................................        16
D. Efektifitas media debat dalam meningkatkan prestasi belajar anak……       18
E. Dampak dari pengolahan emosi melalui media debat terhadap prestasi
     belajar anak.............................................................................................        21

BAB III METODOLOGI
a.Populasi.....................................................................................................        23
b.Sampel.......................................................................................................        23
c.Pengumpulan Data....................................................................................        23       

BAB IV PENUTUP
A.Simpulan..................................................................................................        24
B.Saran ........................................................................................................        26
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN
Dengan adanya makalah ini penulis merujuk pada sasaran utamanya adalah semua siswa dari jenjang yunior, senior ( high level school ) hingga tingkat mahasiswayang hendak mempelajari tentang emosi juga pemecahannya dengan metode yang sederhana, beretika, dan juga struktural. Secara harfiah semua metode tersebut sebenarnya merujuk pada sasaran kontrol emosi pribadi maupun pelatihan diri untuk mencairkan kesulitan belajar anak terutama” kesulitan berbahasa” atau mengungkapkan emosi ( ungkapan hati ) yang mempunyai struktur dan melalui cara – cara atau metode yang jelas.
Dewasa ini banyak diantara mahasiswa maupun siswa – siswa tingkat yunior hingga level high level ( senior ) atau bahkan hingga pada taraf mahasiswa lebih mengedepankan nafsu daripada nalar. Banyak sekali kasus – kasus yang terjadi dilingkungan penulis seperti kegiatan Mubes ( Musyawarah Besar ) disetiap UKM dikampus. Kegiatan itu berlangsung dengan sangat ricuh, emosional, dan anarkis. Perang antar golongan mahasiswa melalui pendapat atau argumen – argumen yang terbilang kasar bahkan keji hanya untuk menjatuhkan argumen dari pihak yang dinggap kurang disetujui argumennya. Tanpa memandang itu sahabat, saudara atau bahkan teman sekelas sekalipun luapan egoisitas melalui argumen itu terlontar tanpa aturan. Bahkan dapat dikatakan kurang mencerminkan sikap seorang mahasiswa yang pemikir dan penuh dengan ilmu dan tingkah laku yang terdidik.
Kegiatan tersebut terbilang juga sebagai salah satu contoh kegiatan yang membuang banyak waktu hanya untuk  mengkaji satu pokok bahasan yang sejatinya bias dibicarakan baik – baik dan memakan waktu yang tak cukup lama. Namun karena banyak perbedaan pendapat yang muncul namun bertentangan satu sama lain, hingga sulit dan memerlukan proses yang lama. Kegiatan semacam Kongres, Mubes hingga bahkan Rapat DPR memanfaatkan waktu yang tidak sebentar.
Emosi menguasai pikiran, egoisitas mengalahkan persahabatan bahkan persaudaraan, bisa menjadi permusuhan hanya karena argumen dari mulut untuk memenangkan kekuasaan.Memang inikah kehidupan argumentasi mahasiswa yang gemar meningkatkan pengetahuan juga kemampuan mereka dalam beradu pendapat. Namun sayang kurang terstruktur dengan baik, disertai dengan metode dan juga etika dan tatacara berargumen yang moderat dalam beadvokasi.
Melalui makalah ini penulis hendak menawarkan metode yang baru dalam mengatasi kekreatifan anak dalam menyampaikan pendapat ( berargumen ) dengan metode debat untuk mengatasi emosi anak.
A.    Latar Belakang
Bila nafsu mengalahkan nalar, sesuatu yang sifatnya anarkis, diskriminatif, bahkan bersikap yang provokatif dalam arti yang negatif dapat menguasai tindakan manusia yang kurang bisa dinilai secara nalar ( pikiran ). Karena tindakan itulah terkadang dalam kehidupan bermasyarakat acapkali kita bertemu dengan pendapat atau argumen – argumen yang kurang bisa dipertanggungjawabkan.
Padahal menurut Freud dalam Civilization and its Discontent, masyarakat memberlakukan peraturan – peratursn dengan maksud mengurangi akses – akses gejolak emosi yang terlampau bebas dari dalam diri manusia. Menurut penulis peraturan – perturan yang dimaksud mengenai akses – akses gejolak emosi tersebut dapat dikontrol dengan media debat. Karena media debat yang hendak penulis ajukan adalah debat yang bermetode dan mempunyai etika tersensiri dalam penyampaian argument maupun penolakan argument dari kawan bicara. Bukan debat yang bersifat otoriter, anarkis, ataupun egoisentris terlebih debat yang sifatnya mengedepankan emosi saja seperti preman yang berdebat dijalanan.
Berdasarkan penalaran penulis dengan adanya karya ilmiah ini, akan menimbulkan pertanyaan – pertanyaan logis dari para pembaca. Mengapa debat menjadi pilihan bukan melalui media diskusi kelas saja  seperti yang telah berjalan selama ini dalam dunia pendidikan Indonesia. Hal apa yang membedakan antara Debat dengan Diskusi, serta keuntungan apa saja yang akan pembaca peroleh dengan membaca karya ilmiah ini terlebih lagi jika dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan dunia pendidikan sebagai metode pembelajaran siswa.
     Berangkat dari pertanyaan –pertanyaan itulah yang menjadi dasar ide penulis dan menjadi hal tersendiri yang menggugah hati penulis untuk meneliti dan mengorek lebih dalam lagi keuntungan dari debat itu sendiri yang akan penulis sampaikan lebih rinci dalam pembahasan masalah nanti.
Memang penulis menyadari betul bahwa tidak ada yang sempurna, sehingga pastilah akan ditemukan kesalahan – kesalahan penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini sehingga penulis mengharap banyak sekali masukan – masukan ( saran ) yang membangun dari teman – teman ( pembaca ) secara umum.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
  1. Apa media debat yang moderat dalam beradvokasi?
  2. Bagaimana definisi emosi?
  3. Faktor apa saja yang mempengaruhi prestasi belajar anak?
  4. Bagaimanakah keterkaitan antara debat, emosi dan prestasi belajar itu?


C.    Tujuan Penulisan
a)        Mengenalkan kepada para pembaca mengenai cara yeng moderat dalam beradvokasi melalui media yang sederhana namun terstruktur melalui argument, yaitu debat.
b)        Mempresentasikan kepada para pembaca pada umumnya emosi dapat diolah dan dikontrol memlaui kebiasaan.
c)        Memperkenalkan kepada pembaca bahwa debat bukanlah sesuatu yang menakutkan dan anarkis.

D.    Manfaat

a)        Bagi pembaca
·         Pembaca dapat lebih mengenal debat, dan memudarkan asumsi negative masyarakat yang beranggapan bahwa debat adalah bukan tindakan yang bermoral.
·         Kontrol emosi melalui kebiasaan menghadapi diri sendiri dalam menerima sesuatu yang tidak kita inginkan.
·         Pembelajaran control diri, utuk menghargai pendapat teman ataupun lawan namun tetap professional. Karena yang kita tidak sukai ( lawan ) adalah pendapat             ( argumennya ) bukan orang yang menyampaikannya.
b)    Bagi Penulis
Bagi penulis pribadi dalam penyusunan makalah ini, penulis telah belajar banyak hal mengenai proses pembelajaran, emosi, media debat itu sendiri dengan meneliti dan terjun langsung dilapangan serta berinteraksi dengan mereka para pelaku debat ( debaters ). Membuat penulis belajar berbagai karakter kehidupan dan cara mengatasinya.

E.  Alasan Pemilihan Judul
Berdasarkan hasil belajar penulis dari penelitian atau berinteraksi langsung dengan mereka para debaters, penulis  berusaha mengambil sisi beda dari forum diskusi yang selama ini dipakai para pendidik kepada siswanya. Ketika itu penulis berusaha mengorek informasi dari teman kelasnya sendiri untuk menjadi objek penelitianya. Ketika itu kegiatan diskusi kelas sedang berlangsung didalam kelas penulis, namun ada beberapa siswa yang terlihat berfikir dalam diam.
Penulis berusaha mendekatinya dan melakukan interview kecil dengan temannya, Sebut saja gadis remaja itu bernama Eka Susanti. Penulis bertanya kepada temannya tersebut kenapa dia tampak seperti banyak fikiran padahal diskusi berlangsung sangat santai. Setelah bebincang – bincang lama ternya, Eka mengatakan bahwa sejujurnya ia memiliki banyak ide – ide didalam pikirannya. Namun entah mengapa sebabnya ia kurang mengetahui ia tak kuasa untuk mengolah ide –idenya  tersebut untuk dijadikan argumen – argumen yang factual dan konkrit. Ide – ide itu terlalu lama diolah didalam otak namun tidak lantas diekspresikan kedalam bentuk kalimat . Dari kasus ini penulis berusaha mengambil kesimpulan bahwa temannya tersebut sedang mengalami fase kesulitan belajar yaitu kesulitan berbahasa             ( mengungkapakan ide – ide cemerlang menjadi sebuah kalimat ).
Oleh sebab itu penulis berusaha menawarkan metode baru yaitu debat. Mengekspolari emosi anak melalui berargumen namun bukan hanya sekedar argumen belaka atau OMDO             ( Omong Doang ). Namun debat yang ingin penulis angkat memlaui karya ilmiah ini adalah debat yang mmberikan kebebasan anak untuk berargumen namun tetap dengan struktur dan metode yang jelas dan tatacara yang dapat dipertanggungjawakan.





























BAB II
PEMBAHASAN

A.     Debat
            Debat adalah seni mempengaruhi orang lain dalam berargumen ( mengeluarkan pendapat ) yang berdasarkan fakta dan disertai dengan contoh – contoh dan bukti – bkti yang kokrit dari sumber yang jelas.
            Pengertian debat belum dapat dispesifikasikan sebagai sebuah pengertian yang paten dengan karakteristik yang pasti. Karena debat selalu berkembang dengan seiring berjalannnya waktu. Jika kita bercermin dari debat – debat yang diangkat dimedia TV selama ini seperti debat calon presiden, debat calon bupati dan calon walikota. Banyak orang yang telah menyaksikan debat yang ditayangkan oleh televisi itu sebagai bentuk rayuan atau hanya omomg kosong belaka. Ketika menyaksikan yang menjadi pembicara adalah para tikus berdasi yang sedang mengumpulkan masa, untuk merapatkan barisan yang sejajar dengan mereka. Namun berdasarkan pandangan kenyataan setelah mereka menjadi orang penting atau tujuan mereka telah tercapai apa yang mereka perdebatkan dan show off kepada masyarakat akan janji – janji mereka hanyalah omong kosong ( non sense ).Disamping itu kegiatan debat ini lebih menggambarkan kepada masyarakat akan kepentingan golongan – golongan atau partai politik saja atau bahkan oramas – ormas yang kurang begitu jelas latar belakang serta tujuannya, seperti LSM yang mengatasnamakan kemanusiaan. Berangkat dari sisi negatife inilah yang menjadikan mindset orang mengenai debat menjadi negatif.
Pandangan masyarakat tentang debat masih terlalu sempit, mereka hanya terbayang kondisi debat yang seperti contoh diatas. Padahal contoh debat diatas bukanlah debat yang moderat untuk beradvokasi. Pandangan masyarakat mengenai debat lebih cenderung negatif dengan hanya mendengar sebutan nama “ debat “ saja, padahal banyak hal positif yang ditawarkan melalui media ini jika dapat disikapi secara benar dan bijak.
            Bagaimana mereka akan mengenal hal baik jika belum pernah mengalami hal yang kurang baik atau bahkan sangat buruk sekalipun. Begitulah kata para pepatah akan sebuah perkenalan dengan hal baru. Maka dari itu melalui karya ilmiah ini penulis berusaha mengajak pembaca untuk mengenal media debat yang bertatakrama dan terstruktur. Media debat yang penulis tawarkan melalui karya ilmiah ini adalah Autralasian Parliamentary Debate. Karena sekian banyaknya metode debat yang beredar dalam dunia pertandingan debat   ( Debate Competition ) seperti British Parliamentary Debate, Asian Parliamentary Debate namun menurut penelitian penulis metode yang paling cocok diterapkan dalam pembelajaran adalah Autralasian Parliamentary Debate, karena metodenya lebih sesuai bagi mereka para siswa yang sedang belajar untuk beradvokasi. Bagi pemula, dapat mengeluarkan pendapat dengan runtut dan terstruktur sesuai dengan waktu yang disediakan serta berusaha menangkap serta menghargai pendapat oranglain ( lawan bicara ). Bukan sebuah hal yang mudah, namun bukan hal yang tidak mungkin untuk mepelajarinya. Karena menurut penulis karakter bukanlah takdir namun pilihan yang dapat dicoba untuk menentukan terbentuknya karakter kedepannya. 

            Selama ini sejak dirintisnya debat pertamakali yaitu kurang lebih pada tahun 1900an. Debat itu sendiri tercipta setelah mahasiswa Oxford dan Campbridge berkelahi di bar. Hingga pada awal tahun 2000an banyak kompetisi – kompetisi debat yang sifatnya mendunia. Debat menjadi ajang yang sangat bergengsi dan prestisius karena banyak generasi muda yang ingin didengarkan argumen – argumen mereka dalam menganggapi suatu kasus untuk menemukan atau mencari titik positif atau negatif dari kasus tersebut.
            Dewasa ini banyak sekali kompetisi debat yang diadakan baik yang bersifat regional maupun internasional seperti NUEDC ( National English Debate ), JOVED ( Java Overland English Debate ), IVED  ( Inter Varsities English Debate ). Sedangkan yang bersifat internasional seperti ESL ( English as a Second Language ), EFL            ( English as a foreign Language ). Karena debat dipandang sebagai ajang yang sangat menarik juga prestisius dikalangan para pengemuka argumen.
            Demi menjawab berbagai pertanyaan yang muncul di benak pembaca ketika membaca karya ilmiah ini, dan yang menjadi pertanyaan pokok adalah mengapa debat menjadi pilihan bukan media diskusi seperti apa yang telah beredar sebagai media pembelajaran dikalangan dunia pendidikan. Sebuah pertanyaan pelik yang menjadi motivasi besar bagi penulis untuk selalu mencari berbagai sumber untuk menjadi solusi yang tepat dari pertanyaan tersebut. Hingga akhirnya penulis berhasil mengidentifikasi hal – hal apa saja yang harus diperhatikan dalam berdebat yang membedakannya dengan diskusi. Dalam penelitiannya dengan anak – anak dari EDC   ( English Debate Community ) penulis dapat memaparkan beberapa hal itu diantaranya sebagai berikut :
1.      Topik
Topik atau tema dalam debat biasanya disebut mosi atau motion. Mosi atau motion dapat berubah – ubah dari satu debat ke debat yang lain. Bahan yang dijadikan dasar pembuatan motion haruslah materi yang masih hangat dibicarakan oleh masyarakat    ( up to date ). Selain itu dalam debat harus ada dua team yang menjadi tim yang menyetujui motion( Affirmative ) dan tim yang tidak setuju dengan motion ( Negative ).
Contoh motion debat ( Autralasian Parliamentary Debate )
THBT internet brings more harm than good
Atau
THBT internet lebih banyak memberikan kerugian daripada keuntungannya “.
Dalam pembuatan mosi atau motion biasanya selalu diawali dengan kata THBT, THW atau THS sebagai host ( pencetus keputusan ). Dimana definisi dari setiap host tersebut adalah sebagai berikut :
1.      THBT dan THS ( This house believe that dan This house should ), biasanya untuk motion yang diawali dengan kata – kata seperti itu hanya memungkinkan kesempatan dari kedua tim hanya untuk menyampaikan argumen- argument saja. Baik dia dari pihak yang setuju maupun kontra. Namun yang patut menjadi catatan adalah walaupun hanya sekedar argumen, namun argumen tersebut harus bisa saling crash ( tabrakan ) satu sama lain atau saling sambung menyambung ( terkait ).
2.      THW ( This house would )
Ketika ada motion yang diawali dengan kata seperti ini, biasanya tidak hanya memunculkan adanya argumen setuju maupun kontra. Namun terkhusus bagi tim negatif yang tidak menyetujui dengan motion atau usul yang ditawarkan melalui motion.Tim negatif  harus memberikan solusi ( mekanisme ) baru yang dapat menggantikan proposal yang disampaikan oleh tim affirmatif yang menyetujui motion.

3.                                 Menyampaikan argumen ( Pendapat )
            Penyampaian argumen dalam debat tidak hanya sekedar berbicara setuju atau tidak namun harus disertai dengan alasan – alasan yang logis, berdasarkan fakta yang ada dan dilengkapi dengan contoh -contoh dari sumber yang jelas dan deketahui orang secara umum. Misal dari Koran, buku atau pendapat para ilmuan, web ( seperti Kompas.com, Wikipedia.com, Detik.com, Kaskus dll ). Disamping itu kriteria argumen yang akan disampaikan dalam debat harus memiliki beberapa hal sebagai berikut :
˜  Team Line
            Team line adalah basic statement atau pernyataan yang menjadi dasar sebelum menjelaskan argumen. Untuk membantu menentukan team lime ( benang merah ) atau bisa disebut juga sebagai sudut pandang ( point of view ) masing – masing speaker dalam satu tim. Antara speaker yang satu dengan yang lain dalam satu tim harus membawa sudut pandang hen and yang berbeda – beda namun tetap dalam satu tujuan akhir ( goal ) yang sama. Dalam menentukan team line ( point of view ) setiap speaker dapat menggunakan  bantuan dari 5 W + 1H  ( what, why, who, where, when +  how ). Disamping itu pembagian team line  bisa dari segi sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, hokum,politik dan lain – lain.
˜  Rules of The Speaker ( Peraturan -peraturan pembicara )
Dalam debat setiap speaker mempunyai job yang berbeda – beda seperti yang tergambar dalam skema sebagai berikut :
 Skema Jalanya Debat
AFFIRMATIF                              NEGATIF
Oval: Podium                                                  1                                            2
                                    1st                           3                              4                  1st
                                                                                                                     
                                5                              6             
                                   2nd                                                           2nd

                                                                                                   
                                   3rd                                                                               3rd

Keterangan Jalanya Debat :
1.      Kesempatan dari 1st speaker dari tim Affirmatif untuk menyampaikan pendapat atau argumennya dimeja yang telah disediakan ( podium ).
2.      Kesempatan dari 1st speaker dari tim Negatif untuk menyampaikan pendapat atau argumennya serta menyampaikan sanggahan untuk argumen dari 1st speaker Affirmatif  dimeja yang telah disediakan ( podium ).
3.      Kesempatan dari 2nd speaker dari tim Affirmatif untuk menyampaikan sanggahan dari argumen dari 1st speaker Negatif serta menyampaikan argumennya dimeja yang telah disediakan ( podium ).
4.      Kesempatan dari 2nd speaker dari tim Negatif untuk menyampaikan sanggahan untuk argumen kepada argumen 2nd speaker Afirmatif dan menyampaikan pendapat ( memperkuat  argumen ) kelompoknya dimeja yang telah disediakan ( podium ).
5.      Kesempatan dari 3rd speaker dari tim Affirmatif untuk menyampaikan sanggahan kepada argumen kedua speaker Negatif dan menyampaikan resuman argumen kelompoknya ( menegaskan kembali ) alasan –alasan mereka menyetujui motion, dimeja yang telah disediakan( podium ).
6.      Kesempatan dari 3rd speaker dari tim Negatif untuk menyampaikan sanggahan untuk argumen kepada argumen ketiga speaker Afirmatif dan menyampaikan resuman argumen kelompoknya ( menegaskan kembali ) alasan –alasan mereka menyetujui motion, dimeja yang telah disediakan ( podium ).

Berikut ini adalah penjabaran tentang pebedaan tugas untuk setiap speaker debat

Affirmatif
Negatif
1st
-    Menyampaikan definisi dari mosi
-    Menentukan parameter
-    Membuka argumen tim
-    Menyampaikan Job Defision ( Team line ) dari timnya untuk tiap – tiap speaker.

-    Dapat menerima atau menolak definisi yang deberikan oleh 1st speaker tim lawan. Namun jika hendak menolak definisi, harus disertai dengan alasan yang jelas dan dapat meyakinkan para juri bahwa bukti – bukti yang ia sampaikan melalui argumen itu adalah hal benar dan lebiha baik.
-    Membuka argumen tim
-    Menyampaikan Job Defision ( Team line ) dari timnya untuk tiap – tiap speaker.
-    Menyanggah argumen dari 1st  speaker Affirmatif
2nd
-    Menyanggah argumen dari 1st  speaker  tim Negatif
-    Membangun kembali case dari timnya dengan membawa argumennya sesuai dengan jobnya yang telah disepakati ketika sebelum debat.
-    Menyanggah argumen dari 2nd  speaker Affirmatif
-    Membangun kembali case dari timnya dengan membawa argumennya sesuai dengan jobnya yang telah disepakati ketika sebelum debat.
3rd
-    Menyanggah argumen dari 2nd  speaker Negatif atau bahkan dari 1st  speaker  tim Negatif
-    Resume argument dari kedua rekannya yang telah disampaikan ketika debat berlangsung.
-    Membangun kembali case timnya namun tidak membawa masalah baru, argumennya hanya bersifat ntuk menegaskan kembali argumen dari timnya secara keseluruhan.
-    Menyanggah argumen dari 2nd  speaker Affirmatif atau bahkan dari 1st dan 3rd speakernya  tim Affirmative
-    Resume argument dari kedua rekannya yang telah disampaikan ketika debat berlangsung.
-    Membangun kembali case timnya namun tidak membawa masalah baru, argumennya hanya bersifat ntuk menegaskan kembali argumen dari timnya secara keseluruhan.


3. Etika Berdebat
     Baik tim Affirmatif maupun Negatif harus menaati tata tertib tata cara dalam menyampaikan argument. Jika tidak, maka juri berhak menghukum atau bahkan mengeluarkannya meskipun ketika debat masih berlangsung.





Dalam Australasian Parliamentary debat ada 3 M ( Matter, Method and Manner ).
Ø  Matter
  Materi yang hendak disampaikan melalui argumen hendaknya beralasan yang kuat, berdasarkan  fakta, disertai dengan contoh atau bahkan number ( jumlah ) berdasarkan sumber yang jelas dan diketahui orang secara umum.
Ø  Method
  Metode atau cara mengorganisir apa yang ingin kita sampaikan, seperti ikpembagian job defision ( Team Line ) atau benang merah. Sehingga apa yang kita sampaikan dalam satu tim telah terbagi menjadi ide pokok- ide pokok sendiri – sendiri namun tetep dalam satu tujuan akhir yang sama. Dengan hal ini akan mempermudah pedengar atau juri dalam menangka maksud dari argumen yang kita uraikan. Biasanya waktu yang deberikan untuk setiap speaker untuk menyampaikan argumen  mereka adalah 7 menit 20 detik.Dalam keterbatasan waktu yang diberikan distrategikan dengan baik sehingga dapat waktu dapat termanagement dengan baik, dimana waktu yang tersedia tersebut terbagi dalam pidato pembukaan, isi dan penutup.
Contoh :
·       1 menit pertama dapat digunakan pembukaan dengan definisi dan sanggahan bagi tim negatif.
·       2 – 5 menit ( Isi ), argumen – argumen yang disertai alasan – alasan yang logis, disertai contoh dengan data yang jelas.
·       6 - 7.20 detik , saatnya untuk meringkas kembali argumen kita dengan cara penarikan point – point yang penting saja dan penekanan kembali kenapa pendapat anda patut untuk didukung.
Ø  Manner
Setelah menyusun strategi, saatnya untuk menyampaikannya. Tidak ada tata cara yang kusus dalam menyampaikan argument Karena setiap orang mempunyai gaya yang berbeda – beda. Namun berdasarkan tatacara debat – debat yang penulis ketahui secara umum adalah sebagai berikut :
a.       Eye contact ( Kontak mata dengan orang yang mendengarkan kita )
b.      Voice ( Suara atau nada bicara )
c.       Body Language ( gerak gerik anggota badan seperti tangan, posisi berdiri, pindah posisi tubuh dll )
d.      Mimik muka ( bagaimana wajah yang dapat meyakinkan orang yang melihat dan mendengarkan argumen kita )
e.       Senyum adalah wajib ( condisional )
f.       Penampilan ketika menyampaikan pendapat harus dengan penuh keyakinan      ( PD ) dan persuasif ( bahasanya ) dan sopan kata - katanya.


B.     Emosi Anak
            Menurut Goleman dalam bukunya yang berjudul “Emotional Intelegence “, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran – pikiran khasnya, suatu keadaan biologis & psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sejumlah teoritikus mengelompokan emosi Dalam golongan – golongan besar , meskipun tidak semua sepakat dengan golongan – golongan itu. Beberapa diantara golongan – golongan emosi tersebut adalah :
ü  Amarah :beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkal,kesal hati, rasa pahit, terganggu, bermusuhan, tindak kekerasan dan kebencian patologis.
ü  Kesedihan :pedih, sedih, muram, suram,melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi  patologis, depresi berat.
ü  Rasa takut : cemas, takut, gugup, khawatir, was – was, perasaan takut sekali, khawatir, waspada, sedih tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut, fobia dan panik.
ü  Kenikmatan : bahagia, gembira, ringan, puas, rig, senang, terhibur, bangga, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi dan lain – lain.
ü  Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
ü  Terkejut : terkejut, takjub, terpana.
ü  Jengkel : hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
ü  Malu : rasa salah, malu hati, sesal, hina, aib, hati hancur lebur.

            Alasan bahwa ada beberapa emosi inti, sampai tahap tertentu, bertumpu pada penemuan Paul Ekman dari Universiy of California di San Fransisco yang  menyatakan bahwa ekspresi wajah tertentu untuk keempat emosi ( takut, marah sedih, senang ) dikenali oleh bangsa – bangsa diseluruh dunia dengan budayanya masing – masing.

C.     Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan perubahan belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Di dalam webster’s New Internasional Dictionary mengungkapkan tentang prestasi yaitu:
“Achievement test a standardised test for measuring the skill or knowledge by person in one more lines of work a study� (Webster’s New Internasional Dictionary, 1951 : 20)
Mempunyai arti kurang lebih prestasi adalah standart test untuk mengukur kecakapan atau pengetahuan bagi seseorang didalam satu atau lebih dari garis-garis pekerjaan atau belajar. Dalam kamus populer prestasi ialah hasil sesuatu yang telah dicapai (Purwodarminto, 1979 : 251)
Menurut Drs. H. Abu Ahmadi menjelaskan sebagai berikut: Secara teori bila sesuatu kegiatan dapat memuaskan suatu kebutuhan, maka ada kecenderungan besar untuk mengulanginya. Sumber penguat belajar dapat secara ekstrinsik (nilai, pengakuan, penghargaan) dan dapat secara ekstrinsik (kegairahan  untuk menyelidiki,  mengartikan situasi). Disamping itu siswa memerlukan/ dan harus menerima umpan balik secara langsung derajat sukses pelaksanaan tugas (nilai raport/nilai test) (Psikologi Belajar DRS.H Abu Ahmadi, Drs. Widodo Supriyono 151)
Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar ialah hasil usaha bekerja atau belajar yang menunjukan ukuran kecakapan yang dicapai dalam bentuk nilai. Sedangkan prestasi belajar hasil usaha belajar yang berupa nilai-nilai sebagai ukuran kecakapan dari usaha belajar yang telah dicapai seseorang, prestasi belajar ditunjukan dengan jumlah nilai raport atau test nilai sumatif.

˜  Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.
Untuk meraih prestasi belajar yang baik, banyak sekali faktor yang perlu diperhatikan, karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi, tapi dalam kenyataannya prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya.
Untuk meraih prestasi belajar yang baik banyak sekali faktor- faktor yang perlu diperhatikan. Menurut Sumadi Suryabrata (1998 : 233) dan Shertzer dan Stone (Winkle, 1997 : 591), secara garis besar faktor- faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.:
a. Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

1). Faktor fisiologis
Dalam hal ini, faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera
• Kesehatan badan
Untuk dapat menempuh studi yang baik siswa perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.
• Pancaindera
Berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.

2). Faktor psikologis
Ada banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain adalah :
a). Inteligensi
Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Binet (Winkle,1997 :529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.
Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki taraf inteligensi yang rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya .
b). Sikap
Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat merupakan faktor yang menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya. Menurut Sarlito Wirawan (1997:233) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap siswa yang positif terhadap mata pelajaran di sekolah merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah.

c). Motivasi
Menurut Irwanto (1997 : 193) motivasi adalah penggerak perilaku. Motivasi belajar adalah pendorong seseorang untuk belajar. Motivasi timbul karena adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang. Seseorang berhasil dalam belajar karena ia ingin belajar. Sedangkan menurut Winkle (1991 : 39) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai.
Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.

b. Faktor eksternal
Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih, antara lain adalah :


1). Faktor lingkungan keluarga
a). Sosial ekonomi keluarga
Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah.

b). Pendidikan orang tua
Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah.

c). Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga.
Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat berpretasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian atau nasihat; maupun secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.

2). Faktor lingkungan sekolah
a). Sarana dan prasarana
Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis, OHP akan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah; selain bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar

b). Kompetensi guru dan siswa
Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi, kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas, yang dapat memenihi rasa ingintahuannya, hubungan dengan guru dan teman-temannya berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, ia akan terdorong untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya
Kurikulum dan metode mengajar
Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metode pembelajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sarlito Wirawan (1994:122) mengatakan bahwa faktor yang paling penting adalah faktor guru. Jika guru mengajar dengan arif bijaksana, tegas, memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat siswa menjadi senang akan pelajaran, maka prestasi belajar siswa akan cenderung tinggi, palingtidak siswa tersebut tidak bosan dalam mengikuti pelajaran.

3). Faktor lingkungan masyarakat
a). Sosial budaya
Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru/pengajar.

b). Partisipasi terhadap pendidikan
Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah, setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan.


D. Efektifitas media debat
a. Kontrol Emosi
Seperti yang telah penulis sampaikan dalam sub bab sebelumnya, mengenai debat, emosi, dan prestasi belajar anak, ketiga variable tersebut adalah sangan saling mempengaruhi satu sama lain. Seperti apa yang telah disampaikan oleh Goleman bahwa emosi merujuk pada perasaan dan pikiran – pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak seperti amarah, sedih, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkal, dan rasa malu. Semua perasaan itu serta merta dapat dikaitkan dalam kegiatan debat.

Debat adalah cara yang sopan dan moderat untuk beradvokasi, menyalurkan argumen – argumen untuk mencari solusi dalam memecahkan suatu Kasus. Dewasa ini seringkali penulis temukan dikalangan lingkurangan sekitarnya baik didalam kelas maupu teman sebayanya satu Universitas secara umum mempunyai kendala – kendala pokok dalam berargumen yaitu seperti rasa minder ( kurang percaya diri ),malu, keterbatasan ide, kurang adanya atmosfir dikalangan mahasiswa itu sendiri yang menciptakan suasana menggugah semangat para mahasiswa untuk berargumen. Jika selama ini media diskusi kelompok hanya didominasi oleh mereka yang menonjol dalam berargumen. Namun kini penulis berusaha menawarkan hal baru untuk menyamaratakan setiap fungsional para siswa dan peran aktif  mereka dalam berargumen kedalam suatu media baru yaitu “ debat “

Ketika dalam kegiatan debat itu berjala, secara tidak langsung dalam beradu argumen setiap speaker harus mempunyai ide untuk disampaikan dengan setiap susdut pandang yang berbeda – beda, antara speaker satu dengan yang lain namun tetap dalam satu purpose yang sama dalam satu tim. Memang awalnya akan menjadi hal yang sedikit memaksakan otak untuk berfikir mengenai ide – ide apa yang hendak disampaikan.Bahkan kita juga harus sedikit membuka buku besar diotak kita untuk mengorek materi – materi yang dapat menyempurnakan argumen – argument kita sepengetahuan RAM otak kita. Namun justru disinilah wawasan kita diusahakan untuk lebih melebar dari daerah local sebelumnya.

Disamping itu didalam debat juga ada aktifitas pembagian tim oleh moderator atau time keeper. Biasanya dilakukan dengan cara tos coin. Setiap anggota tim harus mempersiapkan emosi mereka untuk menerima keputusan apapun yang akan keluar dan menerima dengan bijak menjadi pihak apakah mereka nanti dalam permainan debat. Entah Affirmatif ataupun Negatif mereka harus mau menerima meskipun jauh didalam lubuk hti dan pikiran mereka sudah mempunyai kecenderungan untuk menyukai atau berpihak disalah satu sisi                    ( affirmative ataupun negative ). Contoh fun debat :ketika dalam satu kelas ada 20 siswa ekmudian secara acak dibagi menjadi 2 tim debat tim A dan B masing – masing beranggotakan 10 orang, dengan mosi “ THBT Internet membawa banyak dampak negatif daripada positif terhadap siswa. Dari kedua tim akan ditentukan tim mana yang akan menjadi tim affirmatif atau negatif. Namun mereka tidak dapat menentukannya sendiri akan dibantu oleh guru ( moderator ) dengan model tos koin untuk menentukan tim affirmatif atau negative. Jika ternyata hasil telah menunjuk bahwa tim A harus menjadi affirmatif maka tim A tidak dapat menolak, meskipun secara pribadi mereka lebih cenderung untuk tidak setuju dengan mosi. Nah, disinilah peran keadaan yang ada untuk mengendalikan emosi anak, dalam arti pengendalian emosi dimana kondisi harus diputar arah kesukaan menjadi ketidaksukaan.Memang kondisi ini sedikit memaksa namun dengan ini anak akan belajar menurunkan egoisitasnya menjadi belajar untuk memprofesionalkan diri dalam permainan. Fun sambil belajar, itulah sejatinya kontrol emosi bagi penulis.Disamping itu kondisi ini justru akan membantu anak untuk belajar mengubah strategi menjadi tantangan dan semangat untuk menang, melawan diri sendiri sebelum melawan argumen lawan.

b.Dapat mengubah arah dari pikiran Emosional menjadi Rasional
Penguasaan diri, yaitu kemampuan untuk menghadapi badai emosional, bukan malah menjadi budak dari nafsu. Tujuannya adalah keseimbangan emosi bukan menekan emosi, setiap perasaan mempunyai nilai dan makna. Kehidupan tanpa nafsu bagaikan padang tanpa pasir, netralitas yang datar dan membosankan. Akan tetapi sebagaimana yang telah diamati oleh Aristoteles, yang dikehendaki adalah emosi yang wajar, keselarasan antara perasaan dan lingkungan. Apabila emosi terlalu ditekan, terciptalah kebosanan dan jarak, namun bila emosi tidak dikendalikan, terlampau ekstrem dan terus menerus, emosi akan menjadi sumber penyakit, seperti depresi berat, cemasn Seymour Epstein berlebihan, amarah yang meluap – luap, atau gangguan emosionall yang berlebihan ( mania ).
Menurut Paul Ekman , kepala Human Interaction Laboratory di University of California, San Fransisco menyatakan bahwa amatlah tidak baik bagi emosi untuk menguasai otak dan tubuh selama waktu yang panjang tanpa memperdulikan lingkungan yang berubah.

Ada 2 jenis pemikiran
a). Pikiran Emosional ( pikiran – perasaan )
            Pikiran emosional jauh lebih cepat daripada pikiran rasional, langsung bertindak tanpa mempertimbangkan bahkan sekejap pun apa yang dilakukan atau diucapkan keluar serta merta. Contoh dengan lantangnya orang secera reflek berkata “ brengsek “ kepada orang yang sengaja ataupun tidak menyalip kendaraannya dengan kecepatan 120 km/jam tanpa memperdulikan atau menerka –nerka alasan orang tersebut              ( positif ) melakukan tindakan itu.


b). Pikiran Rasional ( Perasaan – pemikiran )
Pikiran rasional membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk mendata dan menanggapi daripada waktu yang dibutuhkan oleh pemikiran emosional, maka “ dorongan pertama “ dalam situasi emosional adalah dorongan hati, bukan dorongan kepala. Dalam emosinal jenis ini, ada suatu pemahaman yang lebih luas pikiran – alias kognisi – kita memainkan peran kunci dalam menentukan emosi – emosi yang akan dicetuskan.

Disinilah peran debat dapat dikaitkan dengan kedua teori diatas. Ketika anak sedang berdebat, dan salah satu tim lawannya ada yang sedang berargumen didepan                  ( podium ), setiap anggota baik dari tim rekan maupun lawan harus mendengarkan dengan seksama. Ketika proses itu berjalan dan anak secara reflek mendengar ada pendapat yang kontra dengan dirinya ( dari tim lawan ), secara serta merta emosinya mulai meletup – letup. Namun dengan tenang dan sabar ia harus mengikuti perturan yang ada bahwa penolakan ataupun sanggahan dalam bentuk ketidaksetujuannya hanya dapat disampaikan ketika giliranya tiba untukmenyampaikan argumen. Disaat sambil menunggu giliran inilah pikiran emosi yang awalnya muncul dari anak akan dibelokan arah menjadi pikiran rasional, karena waktu telah meredam amarah dan mengolahnya menjadi strategi dan ide ( perasaan – pemikiran ).

E.Dampak dari pengolahan emosi melalui media debat terhadap prestasi belajar anak
Ø  Sikap
-          Dapat meningkatkan rasa Percaya Diri ( PD ) dalam menyampaikan pendapat ( berargumen ).
-          Dapat menyampaikan argumen lebih struktural jika berpidato atau berorasi.
-          Menghargai pendapat oranng lain.
-          Terbiasa menciptakan suasana persaingan yang sehat dan pendapat yang valid karena disertai denga bukti – bukti dan sumber yang jelas.



Ø  Inteligence
-          Membantu anak untuk membuka pikiran dan wawasan yang seluas – luasnya untuk mencari materi yang terkait baik yang bersifat sosial, politk, ekonomi, budaya bahkan hukum.
-          Mengarahkan kebiasaan anak secera tidak langsung agar gemar membaca, karena hanya dengan gemar membaca orang akan mempunyai pengetahuan dan cara berfikir dari sudut pandang yang tidak sempit.
-          Menjadikan pola pikir yang kritis, karena terbiasa mengkritisi pendapat orang lain dari sebuah mosi. Namun bukan kritis yang membunuh tapi kritis yang membangun pola pikir terbuka akan hal – hal yang baru.

Ø  Psikologis
-          Menanamkan pola berfikir siswa untuk lebih bijak dalam menyelesaikan suatu masalah dengan menelaah terlebih dulu segi positif dan negative.
-          Belajar unutk Memanagemen anger ( perasaan emosional ) yang acapkali muncul sebagai bentuk penolakan.

Kelemahan dari media debat :
Ø  Tidak semua orang menyukai debat
Ø  Kesulitan berbahasa.
Ø  Wawasan yang sempit membuat anak stuck hanya dalam satu ide saja dan tidak bisa mengembangkannya menjadi kalimat – kalimat yang patut untuk diterima di masyarakat.












BAB III
METODOLOGI

Dalam bab ini membahas tentang metode pengumpulan data  dan langkah – langkah dalam pengambilan data.
a)      Populasi
Populasi yang di gunakan dalam penulisan ini adalah para remaja yang sedang menempuh study pendidikan calon guru atau mahasiswa, khususnya mahasiswa  IKIP PGRI Semarang jurusan Bahasa Inggris ( PBI ) 2009/2010 dan khusunya di kelas 3 G dan juga mahasiswa yang aktif dalam debat ( EDC ) English Debate Community.
b)      Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan di teliti. Dalam hal ini penulis mengambil 20 % dari jumlah populasi. Dimana diambil sampel sebanyak 20 % dari seluruh jumlah siswa 45, sehingga di gunakan sampel sebanyak 9 mahasiswa dan anak – anak dari EDC ( 50 orang ) sehingga didapatkan sampel 10 orang jadi jumlah semua sampel adalah 19 orang.
c)      Metode Pengumpulan Data
Dalam metode ini penulis menggunakan beberapa cara seperti hal – hal sebagai berikut:
  1. Metode Pustaka
Penulis mencari beberapa buku atau referensi lain dari media elektronik seperti internet yang berkaitan dengan topik penulisan untuk memperoleh data yang berkaitan debat.
  1. Metode Dokumentasi
Metode ini di lakukan dengam memanfaatkan dokumen yang ada baik berupa nama dan kelas siswa yang menjadi sampel dalam penelitian.



BAB IV
PENUTUP

A.    Simpulan
Dari berbagai uraian pada pembahasan mengenai debat dan juga tata cara melaksanakannya bahkan hingga role ( peraturan – peraturan ) yang harus di ta’ati oleh setiap pembicara, penulis dapat mengambil kesimpulan perbedaan debat dengan diskusi.
Berikut ini adalah perbedaan antara Debat dengan Diskusi sebagai media pembelajaran didalam kelas :

Debat
Diskusi
Judul
Motion atau mosi
Judul materi diskusi
Tim
Adanya pembagian tim yang nantinya akan beargumen untuk memperdebatkan sebuah mosi
( tim Affirmatif dan Negatif ).
Tidak ada pembagian tim               ( biasanya hanya ada satu tim yang menguraikan materi dan yang lain hanya bisa mendengar )
Pembicara
-  Pembicara adalah mereka yang hendak , melaksanakan debat
-  Setiap pembicara di debat biasanya disebut speaker                ( pembicara )
-    Umumnya menghadirkan seorang pembicara ( narasumber )
-    Setiap pembicara dalam diskusi biasanya disebut sebagai penyaji
  
Materi
Bisa digunakan untuk membahas kasus – kasus yang umum tak hanya hal yang berhubungan dengan materi dikelas.
Biasanya hanya digunakan untuk membahas meteri – materi formal yang terkait dengan mata pelajaran.
Job Defision
Adanya pembagian ( seperti adanya pembagian sudut pandang pembicara ( sosial point of view, politik, budaya dll )
Biasanya pembagian job berdasar pada materi sub bab yang akan dijadikan topik pembahasan dalam diskusi
Perangkat
Moderator, speaker ( pembicara ), time keeper, juri ( biasanya hanya ada dalam perlombaan, namun jika didalam proses belajar jurinya adalah guru dan siswa yang lain )
Moderator, pembicara atau penyaji, notulis
Tata cara
Ada 3 M :
-          Materi ( matter )
-          Metode ( method )
-          Tata tertib ( Manner )
Tidak ada 3M

      
Dengan karakteristiknya  itu debat sangat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi anak psikologis anak maupun akademis seperti yang telah disampaikan oleh penulis secara gamblang dalam materi sub bab pembahasan masalah, seperti pengaruh debat terhadap sikap,
Intelligence, dan psikologis anak. Namun disisi lain penulis juga tidak ingin bermunafik diri dengan tidak menyampaikan kelemahan yang dimiliki oleh media debat. Karena seperti kata pepatah tiadalah gading yang tak retak.
 Kelemahan – kelemahan tersebut diantaranya seperti tidak semua orang menyukai debat, kesulitan berbahasa untuk menyampaikan atau menyusun kalimat untuk diucapkan bukan hanya difikirkan, dan juga wawasan yang sempit membuat anak stuck hanya dalam satu ide saja dan tidak bisa mengembangkannya menjadi kalimat – kalimat yang patut untuk diterima di masyarakat. Kendala – kendala seperti inilah yang menjadikan orang sudah merasa takut terlebih dulu kepada kata debat itu sendiri, bukan malah belajar dan menyelaminya lebih dalam. Karena sejatinya bagi penulis pribadi, debat adalah metode yang menyenangkan. Dimana semangat selalu ada, dimana ide harus dikuras dan kebersamaan atau kekuatan kerja tim sangat mempengaruhi kemenangan berargumen.







B.     Saran
·      Bagi Penulis

Ø  Terus tingkatkan semangat untuk belajar hal – hal baru yang dapat meningkatkan kemanfaatan otak yang dianugerahka oleh-Nya.
Ø  Jangan pernah menyerah ataupun gerah untuk mendengarkan setiap ungkapan saran – saran yang membangun dari lingkungan sekitar dari pihak manapun itu, tentang pribadi penulis dan juga mengenai media debat pada khususnya.
Ø  Kembangkan jika itu benar, dan bermanfaat bagi kemaslahatan umum.

·      Bagi Pembaca
Ø  Jangan pernah benci debat ( don’t hate debate ) karena banyak sekali manfa’at yang akan anda dapatkan setelah mencintainya.
Ø  Mari buka hati dan fikiran kita untuk melihat banyak hal baru disekitar kita yang belum kita sapa, terutama bagi mereka para calon guru dan khususnya guru bahasa inggris. Sebetapa penting dan bermanfa’atnya media debat dalam pembelajaran speaking maupun yang lain. “Cobalah dan rasakan apa yang terjadi”!
Ø  Jangan takut untuk menjadi hebat melalui media debat jika anda terlahir sebagai orang hebat, hanya saja anda belum menyadarinya.












DAFTAR PUSTAKA

Gorys, Keraf.1991.Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
Lovit, T.C.1989. Introduction to Learning Disabilities. Boston: Allyn and Bacon.
Goleman, Daniel. 2003. Emotional Intelegence. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992. Analisa Data Kualitatif.Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Lexy J. Moeleong, 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif .Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Bandung Cetakan kesepuluh

Goleman, Daniel.2000. Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta:
            PT. Gramedia Pustaka Utama.